Monday 25 June 2012

Korupsi Proyek Al-Quran dan Sirnanya Harapan Publik

Astagfirullaah. Innalilhi wa inna ilaiho raji' un. Begitu reaksi yang muncul dari publik ketika kasus dugaan korupsi pengadaan Al-Quran di Kementrian Agama yang ditangani KPK muncul ke permukaan.
Publik terperangah menyaksikan korupsi yang begitu masif, bahkan telah menyerang zona-zona yang semula diyakino tabu. Walaupun isu Kementrian Agama sudah bukan hal yang aneh lagi, namun korupsi dengan Al-Quran, oleh publik tetap tidak bisa diterima.
Berbicara tentang korupsi di negeri ini, maka yang muncul kemudian sebuah common sense bahwa korupsi sudah terjadi di semua bidang.
Aparatur negara, mulai dari bawah sampau atas, seperti berlomba melakukan korupsi dalam kewenangan dan porsi mereka. Ini menjadi sperti membenarkan bagawan ekonomi Soemitro Djojohadikoesoema, yang pada masa Orde Baru pernah mengatakan bahwa kebocoran berbagai proyek di Indonesia mencapai 30%. Ironisnya, kebocoran itu di toleransi sebagai "pelumas" mesin pembangunan.
Terkait Agama
Di era reformasi, korupsi bukannya surut namun justru kian menjadi-jadi. Bahkan muncul instilah korupsi politik yang amat populer. Hal inilah yang membuat semangat dan prestasi serta perubahan yang diraih pada era reformasi seakan tidak ada nilainya, tertutup oleh "prestasi" korupsi.
Sungguhpun demikian, publik tetap tidak dapat menerima apabila korupsi itu dilakukan aparat bidang keaagamaan. Terlebih lagi yang dikorupsi adalah proyek Al-Quran. Jika pada akhirnya itu terbukti, maka patahlah asumsi publik yang terbangun selama ini.
Publik mempunyai ekspektasi bahwa orang yang bekerja di bidang keagamaan.

..........
(Hartono Harimurti)

0 comments: