Thursday 16 August 2012

Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia

Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia

 

Kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan 
dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai. Apabila situasi 
politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan 
perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka Islam 
dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak 
yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan 
pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karena 
menguasai pelayaran dan perdagangan. Apabila kerajaan Islam 
sudah berdiri, penguasanya melancarkan perang terhadap kerajaan 
non-Islam. Hal itu bukanlah karena persoalan agama tetapi 
karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi yang berkembang 
ada enam, yaitu:
  1. Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. 
Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. 
membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) 
turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, 
tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui 
perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan 
turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi 
pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan 
dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir Pulau Jawa, 
Uka  Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim 
banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya 
ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid 
dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah 
mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu 
menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat, 
penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati 
Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak 
yang masuk Islam, bukan hanya karena factor politik dalam 
negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena 
factor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim.
  1. Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagnang Muslim memiliki status social 
yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga 
penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk 
menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka 
diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, 
lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, 
daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan 
berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawani oleh keturunan
 bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk 
Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan 
apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan 
atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan 
itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah 
yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan
 Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten, 
Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan 
Raden Patah (raja pertama Demak) dan lain-lain.
  1. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang 
bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat 
Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan 
mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka
 ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat. 
Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan keada 
penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran 
mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru 
itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang 
memberikan ajaran yang mengandung persaman dengan alam pikiran
 Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, 
Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. 
Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19
 bahkan di abad ke-20 M ini.
  1. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren 
maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, 
kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, 
calon ulama, guru agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. 
Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampong 
masing-masing kemudian berdakwah ke tempat tertentu 
mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan 
oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan 
Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini banyak 
yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam.
  1. Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah 
pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh 
yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah 
meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para 
penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. 
Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata 
dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran 
dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan 
alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), 
seni bangunan dan seni ukir.
  1. Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam 
setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik 
raja sangat berpengaruh tersebarnya Islam di daerah ini. 
Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di 
Indonesia bagian Timur, demi kempentingan politik, 
kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. 
Kemenangan kerajaan Islam secara poltik banyak menarik 
penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Dr. Badri Yatim, M.A.”Sejarah Peradaban Islam Dirasah 
Islamiyah II”.PT Raja Grafindo Persada.Jakarta:2008.

0 comments: