Wednesday, 11 February 2009

UU Nomor 23 Tahun 2006 Sudah harus dijalankan

undefined undefined
Pertanyaan: Ralat :
1. apa yang menjadi dasar disahkannya WNI yang berbeda agama menikah diluar negeri menurut undang-undang kependudukan dan bagaimana sistem pencatatan status pernikahan mereka di Indonesia padahal administrasi pernikahannya tidak ada
2. Tolong berikan judul buku, hal, pengarang yang mengenai hal tersebut diatas.
3. perkawinan beda agama dalam UU No. 1/1974 tidak di legalkan,tetapi kenapa setelah WNI beda agama menikah diluar negeri disahkan dan tidak dianggap sebuah perzinahan

Tanggapan: Saudara yang terhormat,
Pencatatan perkawinan luar negeri yang dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta saat ini adalah berdasarkan pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri antara dua orang WNI atau seorang WNI dengan WNA adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi WNI tidak melanggar ketentuan Undang-Undang ini. Selanjutnya, dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami-istri itu kembali ke wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka. Dengan demikian Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil hanya mendaftarkan bukti perkawinan mereka yang dilaksanakan di luar negeri, tidak mencatatkan perkawinan mereka kembali. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil juga tidak mengeluarkan Akta Perkawinan bagi mereka, tetapi hanya mengeluarkan Surat Keterangan Perkawinan Luar Negeri.
Kami memahami pendapat Saudara bahwa perkawinan antar agama yang dilaksanakan oleh WNI adalah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, sehingga yang dilangsungkan dimanapun seyogyanya tidak bisa didaftarkan di Indonesia, karena dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 56 tersebut mengharuskan "bagi WNI tidak melanggar ketentuan Undang-Undang ini..."
Perlu Saudara ketahui bahwa sesuai dengan pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan penjelasannya juga memberikan kewenangan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk mencatatkan perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan, yakni perkawinan yang dilakukan oleh antar umat yang berbeda agama. Meskipun ketentuan ini belum diberlakukan karena belum ada peraturan pelaksanaannya, namun setidaknya hal ini menyiratkan kebijakan pemerintah untuk mencatatkan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil hanyalah sebagai pelaksana, sedangkan kewenangan untuk menyatakan bisa dicatatkan atau tidak, sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

0 comments: